REALISME HUKUM, By: M. Alpi Syahrin, dkk
- Latar Belakang Lahirnya Realisme Hukum
Gerakan critical legal studies, yang semula merupakan keluh kesah dari beberapa
pemikir hukum di Amerika Serikat yang kritis, tanpa disangka ternyata begitu
cepat gerakan ini nenemukan jati dirinya dan telah menjadi suatu aliran
tersendiri dalam teori dan filsafat hukum. Dan ternyata pula bahwa gerakan ini
berkembang begitu cepat ke berbagai negara dengan kritikan dan buah pikirnya
yang cukup segar dan elegan.
Sebagaimana biasanya suatu aliran dalarn filsafat hukurn, maka aliran realisme
hukum juga lahir dengan dilatarbelakangi oleh berbagai faktor hukum dan
nonhukum, yaitu faktor-faktor sebagai berikut:
1. Faktor perkembangan dalam filsafat dan ilmu pengetahuan
2. Faktor perkembangan
sosial dan politik.
Walaupun begitu, sebenarnya
aliran pragmatism dari William James dan John Dewey itu sendiri sangat
berpengaruh terhadap ajaran dari Roscoe Pound dan berpengaruh juga terhadap
ajaran dari Oliver Wendell Holmes meskipun tidak sekuat pengaruhnya terhadap
ajaran dari Roscoe Pound.
Pengaruh dari aliran fragmatisme dalam filsafat sangat terasa dalam aliran
realisme hukum. Sebagaimana diketahui bahwa kala itu (awal abad ke-20), dalam
dunia filsafat sangat berkembang ajaran pragmatisme ini, antara lain yang
dikembangkan dan dianut oleh William James dan John Dewey. Bahkan, dapat
dikatakan bahwa pragmatisme sebenarnya merupakan landasan filsafat terhadap
aliran realisme hukum. Dalam tulisan – tulisan dari para penganut dan
inspirator aliran realisme hukum, seperti tulisan d.ari Benjamin Cardozo atau
Oliver Wendell Holmes, sangat jelas kelihatan pengaruh dari ajaran pragmatisme
hukum ini.
Hubungan antara aliran realisme hukurn dan aliran sosiologi hukum ini sangat
unik. Di satu pihak, beberapa fondasi dari aliran sosiologi hukum mempunyai
kemiripan atau overlapping, tetapi di lain pihak dalam beberapa hal, kedua
aliran tersebut justru saling berseberangan. Roscoe Pound, yang merupakan
penganut aliran sociological jurisprudence, merupakan, salah satu pengritik
terhadap aiiran realisme hukum. Akan tetapi, yang jelas, sesuai dengan namanya,
aliran realisme hukum lebih aktual dan memiliki program-program yang lebih
nyata dibandingkan dengan aliran sociological jurisprudence (hukum yang
baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di antara
masyarakat. Aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the
positive law) dengan hukum yang hidup (the living law).
Bagaimanapun juga, hukum mengatur
kepentingan masyarakat. Karena itu, tentu saja, peranan hukum dalam’masyarakat
yang teratur seharusnya cukup penting. Tidak bisa dibayangkan betapa kaeaunya
masyarakat jika hukurn tidak berperan. Masyarakat tanpa hukum akan merupakan
segerombolan serigala, di mana yang kuat akan memangsa yang lemah, sebagaimana
pernah disetir oleh ahli pikir terkemuka, yaitu Thomas Hobbes beberapa ratus
tahun yang silam. Homo Homini Lupus. Dan, yang kalah bersaing dan fidak bisa
beradaptasi dengan perkembangan alam akan tersisih dan dibiarkan tersisih,
sebagaimana disebut oleh Charles Darwin dalam teori seleksi alamnya (natural
selection), di mana yang kuat yang akan survive (the fittest of survival).
Karena itu, intervensi hukurn untuk mengatur kekuasaan dan masyarakat merupakan
conditio sine qua non (syarat mutlak), Dalam hal ini, hukum akan bertugas untuk
mengatur dan membatasi bagaimana kekuasaan manusia tersebut dijalankan sehingga
tidak menggilas orang’lain yang tidak punya kekuasaan.
Dunia akan kacau seandainya hukum tidak ada, tidak berfungsi atau kurang
berfungsi. Ini adalah suatu kebenaran yang telah terbukti dan diakui bahkan
sebelum manusia mengenal peradaban sekalipun. Mengapa masyarakat Amerika
Serikat sampai membenarkan pengiriman putra-putra bangsanya untuk bergerilya
dan mempertaruhkan nyawanya di hutan tropis dan rawa – rawa dalarn Perang Vietnam
pada awal dekade 1960-an, Mengapa kerusakan lingkungan terjadi di
mana-mana, Dan yang lebih penting lagi, mengapa semua masalah tersebut dan
luluh lantak seperti itu terjadi pada abad ke-20 ini, di mana ilmu pengetahuan
dan teknologi sedang mengkiaim dirinya berada di puncak kemajuannya di atas
menara gading itu, Semua ini memperlihatkan.dengan jelas betapa ilmu hukum dan
ilmu sosial serta ilmu budaya sudah gagal dan lumpuh sehingga sudah tidak dapat
menjalankan fungsinya lagi sebagai pelindung dan pemanfaat terhadap peradaban
dan eksistensi manusia di bumi ini.
Karena itu, dalam bidang ilmu nonsains, bahkan juga kemudian dalam ilmu sains
itu sendiri, terdapat gejolak – gejolak dalam bentuk pembangkangan, yang
semakin lama tensinya semakin tinggi. Gejolak tersebut yang kemudian
mengkristal menjadi protes yand akhirnya melahirkan aliran baru dengan cara
pandang baru terhadap dunia, manusia, dan masyarakat dengan berbagai atributnya
itu. Karena sains juga mempunyai watak “anarkis”, maka pada awal mulanya setiap
pembangkangan dianggap sebagai konsekuensi dari perkembangan sains sehingga
pembangkangan tersebut dianggap wajar-wajar saja.
- Pengertian Teori hukum realis atau legal realism
Oliver
wendel Holmes Menyatakan bahwa “The life of the law has not been logic: it has
been experience”. Dengan konsep bahwa hukum bukan lagi sebatas logika tetapie perience,
maka hukum tidak dilihat dari kacamata hukum itu sendiri, melainkan dilihat dan
dinilai dari tujuan sosial yang ingin dicapai, serta akibat-akibat yang timbul
dari bekerjanya hukum.
Menurut
Bernard L.T ; teori-teori yang berada dalam payung realisme hukum, sesungguhnya
berinduk pada empirisme yang oleh David Hume dipatrikan sebagai pengetahuan
yang bertumpu pada kenyataan empiris. Empirisme namun menolak pengetahuan
spekulatif yang hanya mengandalkan penalaran logis rasionalisme abad ke-18.
Ide-ide rasional, menurut empirisme, bukanlah segala-galanya. Ia tidak bisa
diandalkan sebagai sumber kebenaran tunggal. Ide-ide itu perlu dipastikan
kebenarannya dalam dunia empiris.
- Konsep Pemikiran Realisme Hukum
Paham realisme hukum memandang hukum sebagaimana seorang advokat memandang
hukum. Bagi seorang advokat, yang terpenting dalam memandang hukum adalah
bagaimana. memprediksikan hasil dari suatu proses hukum dan bagaimana masa
depan dari kaidah hukum tersebut. Karena itu, agar dapat memprediksikan secara
akurat atas hasil dari suatu putusan hukum, seorang advokat haruslah juga
mempertimbangkan putusan-putusan hukum pada masa lalu untuk kemudian
memprediksi putusan pada masa yang akan datang.
Para penganut aliran critical legal studies telah pula bergerak lebih
jauh dari aliran realisme hukurn dengan mencoba menganalisisnya dari segi
teoretikal-sosial terhadap politik hukum. Dalarn hal ini yang dilakukannya
adalah dengan menganalisis peranan dari mitos “hukurn yang netral” yang
melegitimasi setiap konsep hukum, dan dengan menganalisis bagaimana sistern
hukurn mentransformasi fenomena sosial yang sarat dengan unsur politik ke dalam
simbol-simbol operasional yang sudah dipolitisasi tersebut. Yang jelas, aliran
critical legal studies dengan tegas menolak upaya-upaya dari ajaran realisme
hukum dalam hal upaya aliran realisme hukum untuk memformulasi kembali unsur
“netralitas” dari sistern hukum.
Seperti telah dijelaskan bahwa aliran realisme hukum ini oleh para pelopornya
sendiri lebih suka dianggap sebagai hanya. sebuah gerakan sehingga mereka.
menyebutnya sebagai “gerakan” realisme hukum (legal realism movement).
Nama populer untuk aliran tersebut memang “realisme hukum” (legal realism)
meskipun terhadap aliran ini pernah juga diajukan nama lain seperti: Functional
Jurisprudence. Experimental Jurisprudence. Legal Pragmatism. Legal
Observationism. Legal Actualism. Legal Modesty Legal Discriptionism. Scientific
Jurisprudence. Constructive Scepticism.
D.
Aliran
Realisme
Realisme
sendiri bercabang dua, yakni
1. American Realism
Gerakan realisme di amerika adalah merupakan reaksi terhadap aliran
positivism. Realisme amerika serikat adalah merupakan pendekatan secara
pragmatis dan behaviouritis terhadap lembaga-lembaga social, aliran realisme
ini menekankan hukum sebagai law in action dan menganggap hukum itu sebagai
pengalaman, sumber hukum dalam aliran realism ini adalah putusan hakim.
Tokoh-tokoh dalam aliran realisme di amerika adalah oliver wendell
holmes, john dewey, jerome frank, k. Llewellyn, axel hagerstrom, w twinning,
jerome frank. Aliran realisme dibagi kedalam dua kelompok :
a.
Rule Skeptics, dimana ketidakpastian hukum itu timbul
akibat dari peraturan yang tertulis dan penerapan hukum yang mengutamakan
keseragaman.
b.
Factskeptics, memandang bahwa ketidakpastian hukum itu
berasal dari Hakim yang mengambil keputusan hukum berdasarkan fakta-fakta.
Ciri-Ciri
Realisme Menurut K Llewellyn:
a.
Realisme Tidak Mengakui Adanya Suatu Mazhab Realisme
b.
Realisme Adalah Konsep Hukum Yang Terus Berubah
c.
Realisme Berpokok Pangkal Pada Pemisahan Das Sain Dan
Das Sollen
d.
Realisme Tidak Menggantungkan Putusan- Putusan Pada
Peraturan Dan Pengertian Hukum Tradisional
e.
Gerakan Realisme Berpendirian Bahwa Setiap Hukum Harus
Memperhatikan Akibat Dari Hukum.
Jerome
frank juga membuat tulisan yang terdiri dari;
1.
Law and the modern mind : suatu peratuan mengandung
suatu yang tetap dan prinsip- prinsip hukum yang selalu baik dan benar yang
dapat digunakan sebagai acuan dalam memutuskan suatu perkara namun tidak
selamanya peraturan perundang- undangan itu lengkap dan dapat menyelesaikan
permasalahan hokum.
2.
Courts on trial : dalam tulisannya ini frank
mempersoalkan pemeriksaan perkara di pengadilan dengan menggunakan metode
pemikiran common law traditional.
W.
Holmes (dalam bukunya path of the law), Holmes memberikan suatu gagasan tentang
hukum yang didasarkan pada pengalaman dan holmes meragukan peranan logika, dia
mengatakan keseluruhan logis hukum adalah hasil dari konflik pada setiap
tingkat diantara logika dan pengertian yang baik dan usaha-usaha untuk
mendapatkan hasil yang konsisten, dugaan-dugaan tentang apa yang akan
diputuskan oleh pengadilan itulah yang disebut sebagai hukum. (pendapat Holmes
ini lah yang yang secara tepat menggambarkan bahwa pemikiran aliran realisme di
amerika pragmatis).
K
llewellyn dalam bukunya “some realism about realism “ llewellyn menyimpulkan
bahwa :
1.
Hukum itu selalu berubah-ubah
2. Memahami bahwa Hukum adalah alat untuk mengakhiri
sengketa-sengketa yang ada di masyarakat
3.
Masyarakat selalu berubah-ubah dan perubahan lebih
cepat dari hokum
4.
Pemisahan anatar in dan out
5. Konsep pemikiran hukum yang lama sudah tidak sesuai
lagi, Prinsip-prinsip hukum dan ketentuan hukum disesuaikan dengan kenyataan
yang ada di masyarakat.
6.
Membuat suatu pedoman terhadap praktek-praktek masa
lalu untuk dapat menjadi pedoman dalam menghadapi kasus yang sedang berjalan
dimasa sekarang
2.
Scandinavian
Legal Realism
Aliran ini berkeyakinan bahwa hukum hanya bisa
dijelaskan melalui fakta- fakta yang bisa diobservasi, dan studi tentang fakta
ini –yang disebut dengan ilmu pengetahuan hukum- karenanya merupakan sebuah
ilmu pengetahuan sebagaimana ilmu pengetahuan lain yang peduli dan memfokuskan
diri pada fakta dan kejadian dalam hubungan sebab-akibat. Oleh karena itu,
keyakinan tentang kekuatan mengikat, kebenaran hukum, eksistensi hak dan
kewajiban, keyakinan tentang hak property dipisahkan dari khayalan dan dunia
metafisika.
Bagi Olivecrona, aturan hukum merupakan “perintah yang
independen” yang termanifestasikan dalam bentuk perintah, namun tidak seperti
perintah yang berasal dari seseorang. Hukum termanifestasikan dalam “rasa” dari
rangkaian kalimat dalam Undang-Undang, dan ditangkap oleh alam pikiran manusia
dan selanjutnya mempengaruhi tingkah laku manusia. Lundstedt menambahkan bahwa
aturan hukum hanyalah sebuah prosedur untuk mencapai tujuan tertentu (dalam hal
ini adalah kesejahteraan sosial). Lundstedt memandang bahwa hak dan kewajiban
hanyalah merupakan konklusi hukum. Dia mencontohkan bahwa hak atas property
sebenarnya hanyalah tiadanya resiko hukum bagi pemilik property untuk melakukan
tindakan- tindakan atas properti tersebut. Dengan demikian, property right
tidak muncul dari das sollen, melainkan dari das Sein.
Menurut Olivecrona, kinerja sistem hukum tidaklah
mistis, atau didasarkan pada enititas yang fiktif, misalnya negara atau sifat
mengikat dari hukum. Dia beranggapan bahwa hukum diproduksi oleh sekumpulan
orang yang berada dalam sebuah organisasi negara yang mampu menjalankan hukum
melalui kekuatan pemaksa yang dimilikinya, dan sekumpulan orang di lembaga
legislatif yang dapat menghadirkan tekanan psikologis terhadap masyarakat..
Dalam pemikiran aliran Skandinavia, gagasan-gagasan
moral sebenarnya dibentuk oleh hukum. Hukum menjadi faktor utama yang
mempangaruhi standard moral, terutama karena kemampuannya untuk menggunakan
kekuatan untuk menegakkanya. Teori ini memang sangat rentan untuk
diperdebatkan, terutama jika dipertanyakan tentang mana yang lebih dulu hadir, apakah
moral ataukah hukum.
Kebanyakan kelompok realis mendukung konsep legal
ideology atau method of justice dengan menyandarkan diri pada tujuan material
hukum, mengutamakan sistem hukum yang aktual, sehingga menolak aspek
metafisika, atau penggunaan hukum alam atau nilai keadilan sebagai parameter
penilaian objective, karena menurut aliran realis, sebuah penilaian pastilah
subjectif. Bagi Lundstedt, jurisprudence haruslah berdasarkan observasi atas
fakta, bukannya berdasarkan atas penilaian individual atau metafisika.
- Perbedaan Realisme Amerika & Skandinavia Realisme
Amerika lebih memfokuskan diri pada kerja praktis untuk mengkaji proses
hukum, berbeda dengan Realisme Skanidnavia yang lebih berfokus kepada operasi
teoritis atas sistem hukum secara keseluruhan.
Skandinavia memang merepresentasikan aliran empiris yang ekstrem, namun
Amerika justru yang paling depan dalam menekankan pentingnya studi faktual
dalam rangka mencari solusi atas problem hukum. Skandinavia tampak lebih
mengandalkan pada argumen apriori dalam menemukan solusi atas problem hokum.
Gerakan Realisme Skandinavia dipengaruhi oleh tradisi filsafat Eropa,
sedangkan realisme Amerika lebih dipengaruhi oleh karakter empirisme Inggris.
Daftar pustaka
Fery Sujarman Blog; http://sujarman81.wordpress.com/2011/08/26/teori-hukum-realis-atau-legal-realism/, diakses pada: hari rabu, 07 Maret 2012, Pukul 20 :32 WIB
Munir Fuadi; Filsafat
dan teori Hukum Post Modern, diambil di http://lovetya.wordpress.com/2008/12/14/filsafat-hukum-resume-buku-filsafat-dan-teori-hukum-post-modern-dr-munir-fuady-sh-mh-llm/,
diakses pada hari rabu, 07 maret 2012, Pukul 20:56 WIB
Harry Hermanan
30 Agustus 2014 pukul 23.02
Blogwalking. Ditunggu kunjungan baliknya